KTR Indonesia

Singkat, Tepat, Jelas

Wapres Minta Kemenkuham Reformasi Regulasi, Percepat Pemulihan Ekonomi

KTRINDONESIA.COM – Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin ingin Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) lebih proaktif melakukan reformasi di bidang legislasi dan regulasi yang diperlukan bagi upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Hal tersebut dikatakan Wapres dalam seminar nasional yang digelar Kemenkumham secara virtual, Selasa (12/10/2021).

“Saya yakin saudara-saudara sekalian yang sehari-hari menangani persoalan hukum dan perundang-undangan sangat mafhum dengan apa saja yang telah dan terus dilakukan pemerintah dari sisi legislasi dan regulasi dalam rangka menanggulangi pandemi yang telah berlangsung selama hampir dua tahun ini,” ucapnya.

Wapres mengamati dengan seksama berbagai perkembangan di bidang legislasi dan regulasi selama masa pandemi ini, dan melihat sepertinya masih ada sesuatu yang “missing” dan perlu dipertimbangkan untuk ditambahkan dalam berbagai legislasi dan regulasi di Indonesia, yaitu pasal atau klausul tentang “kedaruratan”.

Aturan kedaruratan, kata Wapres, sebenarnya bukan sesuatu yang baru di bidang hukum, termasuk hukum tata negara. Sesuai pengalaman empiris, aturan kedaruratan akan memberikan jalan legal yang sangat dibutuhkan, misalnya apabila timbul situasi krisis akibat pandemi seperti yang dialami saat ini.

Atau, apabila terjadi suatu bencana alam dalam skala besar, sehingga pemerintah dapat mengambil langkah penanggulangan secara cepat, dan mencegah terjadinya keterlambatan bertindak yang berpotensi menimbulkan korban jiwa manusia atau kerugian negara lebih besar.

Sementara itu, Wapres mengungkapkan, dalam hukum Islam dikenal apa yang disebut rukhsah. Konsep rukhsah yang berarti keringanan, merujuk pada keringanan-keringanan yang diberikan Allah SWT kepada umatnya dalam menunaikan kewajiban yang telah ditetapkan karena alasan-alasan tertentu, seperti misalnya adanya wabah penyakit, hujan lebat atau banjir, atau kondisi kesehatan seseorang.

“Rukhsah dimaksudkan agar umat Islam dapat melaksanakan ibadah atau perintah agama dengan sebaik-baiknya tanpa merasa terbebani atau terkena sanksi ketika menghadapi suatu kendala atau situasi tertentu,” jelasnya.

Selama kondisi pandemi Covid-19 ini, konsep rukhsah diimplementasikan oleh umat Islam untuk mencegah penularan penyakit Covid-19 saat menjalankan ibadah dan kegiatan keagamaan lainnya, dengan cara-cara antara lain berupa penggantian shalat Jumat berjamaah di masjid dengan shalat Zuhur di rumah masing-masing, atau pengajian secara daring.

“Konsep rukhsah, yang serupa dengan “pintu darurat” di masa krisis, dapat kita aplikasikan dalam tata perundang-undangan kita,” jelasnya.

Dalam sistem tata hukum kenegaraan Indonesia, setiap keputusan dan tindakan kita diharuskan untuk berdasar pada Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, terutama asas kemanfaatan dan asas kepentingan umum, yang keduanya tersebut menjadi urgent di masa krisis nasional seperti pandemi Covid-19 ini;

Asas kemanfaatan merujuk pada pemerhatian keseimbangan manfaat yang terkandung di dalam suatu keputusan dan tindakan pemerintah, di mana semua manfaat tersebut harus seimbang antara kepentingan individu yang satu dengan yang lain, antara kepentingan individu dan masyarakat, dan antara kepentingan pemerintah dengan warga masyarakat.

Sementara, asas kepentingan umum merujuk pada kewajiban untuk mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif;

Dengan adanya asas-asas tersebut, pemerintah dapat mengaplikasikan konsep rukhsah dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan hukum yang bersifat mengecualikan, meringankan atau melonggarkan dalam situasi krisis seperti pandemi ini, dengan tujuan terwujudnya keseimbangan antara kepentingan kesehatan dengan kepentingan ekonomi masyarakat, yang berujung pada terlindunginya kesejahteraan umum.

Secara parsial aplikasi konsep rukhsah di masa pandemi Covid-19 sudah memiliki preseden, yaitu berupa pelonggaran dalam mekanisme penegakan hukum persaingan usaha oleh KPPU dalam hal-hal tertentu.

Pengaturan dalam pengadaan barang dan/atau jasa oleh pemerintah untuk tidak melalui tender terlebih dahulu, dengan pertimbangan bahwa berbagai barang dan jasa tertentu yang berkaitan dengan penanganan pandemi perlu diperoleh secara cepat tanpa proses tender.

Peraturan Menteri Keuangan tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona. Peraturan OJK yang memberikan keringanan kewajiban mengangsur bagi kreditur perbankan dan lembaga keuangan.

Dan peraturan OJK tentang keringanan penyerahan laporan keuangan tahunan dan laporan tahunan bagi emiten dan perusahaan publik yang listed, dan lain sebagainya.

Hal-hal tersebut merupakan pelajaran dan pengalaman yang sangat penting, yang seyogyanya dapat di kompilasi dan dikodifikasikan sebagai bahan rujukan yang sifatnya permanen atau built-in dalam berbagai peraturan perundang-undangan sebagai klausul kedaruratan.

Kemenkumham sebagai lembaga pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi dalam proses penyusunan, analisis, harmonisasi, dan evaluasi peraturan perundang-undangan di Indonesia, dapat mempertimbangkan untuk mengadopsi konsep rukhsah atau kedaruratan tersebut dalam perundang-undangan yang terkait, agar legislasi dan regulasi lebih antisipatif dan lebih siap dalam menghadapi suatu situasi krisis di masa yang akan datang.

“Berdasarkan pengalaman selama ini respon kita di bidang hukum sering kali terlambat mengantisipasi terhadap tuntutan situasi yang berkembang secara cepat, termasuk situasi kedaruratan. Selain itu, saya juga mengharapkan agar Kemenkumham dapat lebih proaktif melakukan reformasi di bidang legislasi dan regulasi yang diperlukan bagi upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional,” tutup Wapres.