KTR Indonesia

Singkat, Tepat, Jelas

Mayoritas rakyat Indonesia menolak rencana pemerintah menerapkan PPN pada bahan pangan. (Foto: Istimewa)

Tak Ada Satupun Rakyat Indonesia yang Setuju Sembako Dikenakan PPN

KTR INDONESIA – Tak ada satu pun rakyat Indonesia yang mendukung rencana pemerintah yang ingin mengenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sembako. Protes pun berdatangan terhadap rencana pemerintah tersebut.

Para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dengan tegas mengecam keras rencana pemerintah yang mau menarik PPN atas komoditas pangan tersebut.

Selain itu, para buruh juga mengecam kebijakan lainnya yang kontroversial yaitu wacana pemberian Tax Amnesty atau pengampunan pajak Jilid II.

“Kami mengecam keras! Ini bersifat kolonialisme. Caranya memberlakukan kembali Tax Amnesty Jlid II dan menaikkan PPN khususnya PPN sembako adalah cara-cara kolonialisme tanda petik yang dilakukan Menteri Keuangan,” ucap Presiden KSPI Said Iqbal, Kamis (10/6/2021).

Iqbal memastikan, jika kedua kebijakan tersebut disahkan oleh pemerintah, maka para buruh akan menempuh jalur hukum dan menggelar aksi demonstrasi secara besar-besaran untuk membatalkannya.

“Kami akan tempuh secara hukum uji materi kalau itu disahkan oleh DPR dan kami akan melakukan aksi turun ke jalan digabungkan dengan isu Omnibus Law,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, perluasan objek PPN ke bahan pangan akan sangat berisiko. Karena bisa menaikkan harga pada barang kebutuhan pokok dan mendorong inflasi, serta menurunkan daya beli masyarakat.

Bhima juga menilai wacana ini tidak sejalan dengan upaya untuk pemulihan ekonomi yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah sendiri.

Apalagi, wacana penerapan tarif PPN pada sembako dibarengi dengan rencana pemerintah mencabut subsidi lainnya seperti subsidi listrik dan pengurangan bansos.

“Imbasnya tidak hanya akan memperlambat pemulihan ekonomi nasional, juga mendorong bertambahnya angka kemiskinan,” ujarnya.

Diberitahunya, 73% kontribusi terhadap kemiskinan di masyarakat adalah berasal dari bahan makanan. Jadi, sedikit saja harga pangan naik maka jumlah penduduk miskin akan bertambah.

Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet berpendapat, kenaikan PPN bisa mengganggu upaya pemerintah untuk mendorong konsumsi masyarakat. Sebab, meskipun kenaikan PPN hanya 2%, dari 10% menjadi 12%, bagi kelas menengah ke bawah dampaknya bisa signifikan.

“Menerapkan PPN pada sembako bisa berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat. Apalagi tidak ada jaminan tahun depan, misalnya pemerintah bisa mengembalikan kondisi perekonomian seperti sebelum terjadinya pandemi COVID-19,” kata Rendy.

Sikap serupa juga ditunjukkan pedagang pasar yang tergabung dalam Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI). Mereka memprotes rencana pemerintah untuk menarik pajak dari pembelian bahan pokok.

Ketua umum IKAPPI Abdullah Mansuri mengharapkan pemerintah agar menghentikan upaya menarik pajak dari bahan pokok. Ia menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan banyak hal sebelum benar-benar memberlakukan kebijakan tersebut.

Abdullah mengungkapkan, IKAPPI mencatat lebih dari 50% omzet pedagang pasar masih turun. Apalagi hingga sekarang pemerintah belum mampu melakukan stabilitas bahan pangan.

“Harga cabai bulan lalu Rp100.000, harga daging sapi belum stabil, apa iya mau dibebanin PPN lagi? Gila! kami akan kesulitan menjualnya karena ekonomi menurun dan daya beli masyarakat rendah. Apa iya mau ditambah PPN lagi, bisa gulung tikar kami,” tukasnya.

Ia menilai, pengenaan tarif PPN pada bahan pangan juga bisa menjadi ancaman terhadap keamanan pasokan pangan pada masyarakat. Oleh karena itu, wacana tersebut harus dibatalkan.

“Pemerintah seharusnya lebih kreatif, jika alasannya untuk menggali pendapatan dana APBN,” tegasnya. (mul)