KTR Indonesia

Singkat, Tepat, Jelas

Sebab Muncul Efek Samping Usai Vaksin Covid-19 Menurut Sains

KTR INDONESIA –  Usai melakukan vaksin Covid-19, beberapa orang kerap mengalami efek samping seperti sakit di lengan, demam, dan kelelahan seperti sempat diungkap Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Menurut WHO, studi menunjukkan efek samping usai melakukan vaksin Covid-19 bergejala ringan hingga sedang dan hanya berlangsung singkat.

Gejala yang diderita seperti demam, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, kedinginan, diare

dan nyeri di tempat suntikan.

Untuk mengatasi efek samping vaksin Covid-19 lakukan istirahat yang cukup, banyak minum air putih, dan konsumsi parasetamol jika demam.

Tapi mengapa vaksinasi kerap memberikan efek samping yang tak menyenangkan? Ahli menyebut efek samping ini menunjukkan vaksin sedang bekerja.

Efek samping akibat imun tubuh bekerja

John Wherry, imunologis dari Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat (AS), menjelaskan ketika vaksin masuk ke tubuh, sistem kekebalan akan segera menyerang protein asing yang dimasukkan lewat vaksin.

Serangan sistem kekebalan ini dapat menyebabkan efek mulai dari peradangan di tempat suntikan hingga gejala di seluruh tubuh seperti kelelahan, nyeri, atau demam.

Senada, Dr. Susan R. Bailey seorang ahli alergi, imonologi, dan presiden Asosiasi Medis Amerika Serikat menjelaskan efek samping yang terjadi ketika tubuh disuntik vaksin jenis mRNA.

Menurutnya, efek samping yang terjadi usai vaksin merupakan reaksi alami dari sistem imun tubuh. Efek samping vaksin Covid-19 seperti demam, kelelahan, sakit kepala, dan sakit di sekitar area bekas suntikan bakal terasa 12 hingga 24 jam setelah vaksinasi.

Hal ini terjadi karena kandungan vaksin memberitahu tubuh untuk membuat antibodi atas masuknya protein lonjakan (spike protein) virus corona (pada vaksin mRNA) atau virus yang dilemahkan.

Protein lonjakan adalah bagian virus yang menempel pada sel manusia untuk menginfeksi RNA mereka dan bereproduksi (sekaligus bermutasi).

Sebagai ilustrasi, virus menginfeksi sel manusia dengan memasukkan kunci pada tubuh mereka ke dalam gembok yang ada di sel manusia (reseptor di permukaan sel).

Maka untuk mencegah kunci itu tak masuk ke dalam gembok, “antibodi bertindak dengan menempelkan permen karet di kunci virus sehingga ia tidak bisa masuk (ke sel manusia).”

Antibodi bergetah itu sangat penting, tetapi untuk membangun perlindungan yang langgeng, sistem kekebalan harus mengingat bentuk spesifik SARS-CoV-2. Inilah mengapa penting untuk memperkenalkan bentuk virus ini terlebih dulu lewat vaksin.

Dr Nitin Desai, CEO and Chief Marketing Officer Covid PreCheck menyebut kehadiran benda asing berupa spike protein virus corona ataupun virus yang dilemahkan, menimbulkan respons imun terhadap tiga tipe sel, makrofag, sel T, dan sel B.

Makrofag adalah sel pertama yang mendeteksi dan menghilangkan organisme berbahaya. Sedangkan sel T berguna untuk membantu mengingat protein lonjakan virus corona, agar sistem imun bisa mengenali dan memberantasnya jika virus ini masuk ke dalam tubuh. Setelah vaksin dikenali sebagai benda asing oleh sistem imun, maka sel B mulai membangun pasukan antibodi.

“Sel-sel itu membentuk apa yang kita sebut memori imunologis,” kata Wherry.

Proses itu pada akhirnya mengarah pada pembentukan sel B memori dan sel T, yang dapat hidup di dalam tubuh selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, seperti dilaporkan Scientific American.

Semua sel imun ini menghasilkan protein inflamasi yang dikenal sebagai sitokin. Sitokin adalah pembawa pesan kimia yang membantu mengoordinasikan respons imun dan juga memicu demam. Sehingga, tak heran jika demam merupakan efek samping yang umum terjadi setelah vaksinasi Covid-19.

Demam yang membuat suhu yang lebih tinggi, mengakibatkan tubuh manusia menjadi tempat yang kurang ramah terhadap virus. Selain itu, kenaikan suhu tubuh merangsang produksi lebih banyak sel kekebalan.

Reaksi kimia di tubuh akibat inflamasi (peradangan) ini juga dapat menyebabkan nyeri otot, kelelahan, sakit kepala dan gejala lainnya.

Densai menyebut produksi sitokin tetap stabil dalam 24 hingga 48 jam, itulah sebabnya sebagian besar efek samping hilang dengan sendirinya dalam jangka waktu tersebut.

Menurut Densai, vaksin tidak memicu efek samping di luar kendali yang dikenal sebagai badai sitokin, di mana tubuh dibanjiri dengan bahan kimia inflamasi, yang kemudian merusak organ, seperti dilansir Live Science.