KTR Indonesia

Singkat, Tepat, Jelas

Ketua DPD RI: Presidential Threshold Lebih Banyak Mudaratnya

KTR INDONESIA – Ketua DPD RILaNyalla Mattalitti, menyebut keberadaan Presidential Threshold berimplikasi terhadap 4 hal yang condong ke arah negatif. Untuk itu, dia menyebut adanya Presidential Threshold hanya membawa mudarat saja.

Akibat Presidential Threshold, LaNyalla menyebut ada 4 implikasi terhadap rakyat Indonesia. Implikasi itu terkesan negatif karena mengekang kebebasan rakyat dalam menentukan hak pilihnya.

Pertama, kata dia, seperti hanya akan muncul 2 pasangan calon Presiden-Wakil Presiden yang head to head padahal di atas kertas didalilkan muncul 3-4 pasangan calon. Namun praktiknya dalam dua kali Pilpres terakhir, bangsa ini hanya mampu memunculkan dua pasangan calon saja.

“Dampaknya kita lihat adanya pembelahan politik dan polarisasi yang begitu kuat di akar rumput dan itu masih kita rasakan hingga detik ini, dan sangat tidak produk dalam perjalanan bangsa dan negara,” katanya saat menjadi pembicara di Focus Group Discussion DPD RI ‘Presidential Threshold: Antara Manfaat dan Mudarat’ di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang disiarkan secara daring, Sabtu (5/6/2021).

“Kedua, Presidential Threshold mengkerdilkan potensi bangsa karena sejatinya negeri ini tidak kekurangan calon pemimpi kompeten tapi kemunculannya digembosi aturan main yang sekaligus mengurangi pilihan rakyat untuk menemukan pemimpin yang terbaik,” lanjut LaNyalla.

Ketiga, Presidential Threshold itu berpotensi memundurkan kesadaran dan partisipasi politik rakyat. Mengingat pembatasan calon berarti membatasi saluran politik pemilih.

“Bahwa pemilih untuk tidak memilih alias golput jadi tinggi karena menilai orang yang terbaik tidak mendapat tiket untuk maju. Sehingga kedaulatan rakyat tergerus kedaulatan partai yang semakin menguat,” ujarnya.

Keempat, partai kecil cenderung tidak berdaya di depan partai besar terkait keputusan tentang calon yang akan diusung bersama. Padahal parpol didirikan adalah untuk mengusung kadernya agar bisa tampil menjadi pemimpin nasional.

“Tapi dengan aturan ambang batas itu maka peluang kader politik untuk tampil menjadi tertutup karena hanya parpol besar atau gabungan parpol yang bisa mengusung capres-cawapres,” tukas LaNyalla.

“Dari sekilas pembahasan ini sudah dapat kita simpulkan bahwa aturan Presidential Treshold lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya,” imbuhnya.

Apalagi, kata LaNyalla, dalil bahwa Presidential Threshold dikatakan untuk memperkuat sistem presidensial agar presiden terpilih memiliki dukungan yang kuat di parlemen, menurutnya itu hanya omong kosong belaka.

“Justru membuat mekanisme cek and balance menjadi lemah karena parpol besar dan gabungan menjadi pendukung presiden terpilih. Akibatnya yang terjadi adalah bagi-bagi kekuasaan dan DPR menjadi legitimator kebijakan pemerintah,” ungkap LaNyalla Mattalitti. (pol)