KTR INDONESIA – Pada hari Jum’at tanggal 30 April 2021 BEM TAU mengadakan Diskusi Publik bertajuk “Merdeka Belajar, Apakah pendidikan kita sudah merdeka?”. Diskusi publik ini membahas bebeberapa point diantaranya :
1. Refleksi tentang seberapa merdeka Pendidikan di Indonesia
2. Memembahas kriminalisasi yang terjadi pada mahasiswa, terutama yang dilakukan oleh aparat negara
3. Membahas tentang penurunan kadar intelektual pada masa pandemic beserta faktor penyebabya, dan dampaknya terhadap kualitas diri
4. Membahas tentangg banyaknya mahasiswa yang putus kuliah pada masa pandemi, faktor penyebabnya, serta dampaknya bagi dunia Pendidikan
5. Membahas tentang pengangguran intelektual yang meningkat, faktor penyebabnya dan dampak nya bagi Pendidikan dan perekonomian
6. Memberikan solusi atas empat pokok materi yang akan dibahas.
Diangkatnya tema ini bertujuan untuk membahas lebih lanjut masalah utama di balik polemik yang dialami oleh mahasiswa saat ini mulai dari kriminalisasi yang diterima mahasiswa, pembebanann UKT pada masa pandemi, dan lulusan sarjana yang menjadi pengangguran. Diskusi ini dilakukan via Zoom.
Dengan dasar bahwasanya adanya keresahan yang timbul diruang Pendidikan Indonesia, melalui konstitusi pemerintah diingatkan bahwasannya pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dalam dirinya melalui proses pembelajaran. Namun, pendidikan bukan hanya sebatas mengembangkan dalam ranah kecerdasan saja, melainkan pendidikan juga diharapkan agar seseorang semakin beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki sikap yang baik terhadap sesama dan makhluk ciptaannya, berbudi pekerti luhur, membangun potensi diri dengan tujuan membangun bangsa dan negara.
Bagi suatu bangsa yang ingin maju, pendidikan harus dipandang sebagai sebuah kebutuhan sama halnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Maka tentunya peningkatan mutu pendidikan juga berpengaruh terhadap perkembangan suatu bangsa.
Mungkin sedikit demi sedikit Indonesia juga sadar akan pentingnya pendidikan. Pemaparan pertama dilakukan oleh Ari Martua selaku Presiden BEM TAU yang menjelaskan mengenai poin pertama yaitu kebebasan akademik. Kebebasan akademik merupakan hal fundamental yang dimiliki mahasiswa Indonesia, ruang bagi seluruh civitas akademika untuk mampu memberikan pendapatnya di muka umum, baik di dalam maupun di luar institusi pendidikan. Hal ini diatur dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia merupakan negara hukum. Semua aktivitas ini diatur dalam undang-undang Kebebasan mengeluarkan pendapat merupakan hak bagi setiap warga negara. Tetapi bukan kebebasan yang didapat melainkan tindaka reprsif, kriminalisasi, dampai drop out secara paksa tanpa adanya perundingan terbeih dahulu yang diterima.
Contoh kasus drop out yang diterima mahasiswa diantarannya
• Empat mahasiswa Unila di drop out karena menyuarakan pendapatnya
• Ada mahasiswa UGM yang melakukan diskusi publik mengenai komunitas buruh malah dibubarkan diskusinya hanya karena membahas yang sensitif.
• Banyak mahasiswa juga mendapatkan hukuman skorsing karena menuntut keringanan UKT dan aksi protes transparansi.
Jika hal ini terus terjadi maka artinya pemerintah gagal dalam menerapkan prinisp Kampus Merdeka dan gagal melaksanakan amanat konstitusi. Beliau juga mengaatakan bahwa mahasiswa tidak seharusnya hanya memikirkan profit semata, tetapi ilmu yang bermanfaat untu orang banyak, mahasiwa tidak boleh waktunya hanya digunakan untuk belajar saja, tetapi menuangkan aktivitas dan pendapat nya yang positif.
Selanjutnya pemaparan kedua dilanjutkan oleh Firdaus Fadilah selaku Mentri PSDM yang membahas tentang maraknya pengangguran intelektual, ini menandakan bahwa Pendidikan benar-benar belum merdeka. Karena jika dilihat dari jumlah pengangguran berdasarkan tingkat Pendidikan yang paling rendah justru lulusan SD kebawah, lebih tepatnya 13,55 persen lulusan SMK, 9,86 persen lulusan SMA, 8,08 persen lulusan diploma, 7,35 persen lulusan universitas, 6,46 persen lulusan SMP, dan 3,61 persen lulusan SD
Menurutnya, pengangguran disebabkan oleh Kualitas manusia, globalisasi, dan tidak sesuai antara supply tenaga kerja dan pencari tenaga kerja. Oleh karena itu solusinya yaitu
• Peningkatan kompetensi mahasiswa dengan program sertifikasi
• Mengadakan Workshop kewirausahaan untuk mahasiswa
• Pemerintah harus fokus terhadap pertumbuhan ekonomi
Kemudian pemaparan terakhir disampaikan oleh Ilham Nur selaku Dewan Kehormatan perhimpunan Mahasiswa Perminyakan Indonesia. Memaparkan tentang UKT yang dibebankan saat pandemi. Beliau mengatakanTidak sedikit mahasiswa yang mengalami kesulitan hidup apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang mengharuskan work for home. Pembelajaran daring memberikan dampak pelemahan ekonomi wali. Mahasiswa juga tidak dapat mengakses dengan baik pelayanan akademik, sarana prasarana, dan fasilitas kampus. Kebijakan paling efektif adalah memotong beban biaya uang kuliah tunggal (UKT) karena dalam keadaan seperti ini, seharusnya pimpinan kampus mampu mengeluarkan kebijakan yang meringankan beban mahasiswa, baik psikologi maupun ekonomi.
Secara hierarki dalam kondisi seperti ini mau tidak mau, suka atau tidak suka pemotongan UKT harus ditunaikan. Proses kuliah daring membuat mahasiswa resah dengan berbagai keluhan yang diterapkan beberapa dosen yang kurang jelas, tugas yang berlebihan, pengeluaran yang membludak untuk pembelian kouta internet, jaringan yang tidak mendukung, bahkan Kesehatan mata yang mulai terganggu karena menatap layar HP dari pagi bahkan sampai malam hari untuk menyelasaikan aktivitas perkuliahan, faktanya, hingga saat ini kebijakan terkait keringanan UKT masih belum memenuhi keinginan mahasiswa. Portal-portal berita pun masih merilis berbagai aksi mahasiswa yang menuntut diberikannya sistem keringanan UKT yang merata. Persyaratan tidak masuk akal dan informasi yang simpang siur juga menjadi alasannya.
Banyaknya persyaratan yang diminta oleh pihak kampus membuat mahasiswa merasa terbebani karena dampak ekonomi yang dirasakan setiap mahasiswa pun berbeda. Beberapa mahasiswa tak serta merta mengalami kemerosotan ekonomi yang signifikan, tetapi tak dapat dipungkiri bahwa jumlah UKT dirasa cukup memberatkan. Persyaratan yang tidak memihak mahasiswa dengan kondisi tersebut juga menjadi alasan masih belum diterimanya kebijakan keringanan UKT yang diberikan. faktanya, hingga saat ini kebijakan terkait keringanan UKT masih belum memenuhi keinginan mahasiswa. Portal-portal berita pun masih merilis berbagai aksi mahasiswa yang menuntut diberikannya sistem keringanan UKT yang merata. Persyaratan tidak masuk akal dan informasi yang simpang siur juga menjadi alasannya. Banyaknya persyaratan yang diminta oleh pihak kampus membuat mahasiswa merasa terbebani karena dampak ekonomi yang dirasakan setiap mahasiswa pun berbeda. Beberapa mahasiswa tak serta merta mengalami kemerosotan ekonomi yang signifikan, tetapi tak dapat dipungkiri bahwa jumlah UKT dirasa cukup memberatkan. Persyaratan yang tidak memihak mahasiswa dengan kondisi tersebut juga menjadi alasan masih belum diterimanya kebijakan keringanan UKT yang diberikan.
Diskusi publik diakhiri dengan rangkaian sesi diskusi serta tanya jawab, peserta dipersilakan untuk memberikan pertanyaan kepada narasumber. Peserta Diskusi Publik berpartisipasi aktif dalam diskusi ini yang ditunjukkan dengan banyaknya pertanyaan kritis dari para peserta. Secara keseluruhan, diskusi berjalan dengan baik, terbuka, dan semi-dua arah.
Kesimpulan dari Diskusi Publik ini adalah bahwasanya Kemerdekaan dalam Pendidikan memerlukan penataan lingkungan belajar dalam suasana kondusif. Sebuah asumsi, orang belajar harus bebas (freedom of learning). Hanya di alam yang penuh kebebasan tersebut si belajar dapat mengungkapkan makna yang berbeda dari hasil interpretasi terhadap segala sesuatu yang ada di dunia nyata. Kebebasan menjadi unsur yang esensial dalam lingkungan belajar.
BEM TAU 2021
Kabinet Segawati Sandya
—————————————
#Rilispers
#BEMTAU2021
#KabinetSegawatiSandya
Berita Lainnya
Gagas Listrik dari Sampah, Tiga Mahasiswa IPB University Juara Kompetisi Mahasiswa Nasional
Mahasiswa ITS Buat Aplikasi Khusus Hobi Makan di Restoran